Sunday, January 20, 2019

Pertanyaan atau Pernyataan?

0

Banyak pertemuan yang tak direncanakan dan tak sebanding dengan yang di rencanakan. Ditahun ini aku mengenalmu sebagai teman, lama kelamaan aku berharap kita sebagai sahabat, saling bersikap bodokamat tentang hal perasaan, mencintai dalam artian suka, menyayangi dalam artian perduli. 


"Saat ini, apa pendapatmu tentang kita?"
"Sebab, Aku terlalu menyukaimu sejak awal"



-skip-

Sambil tersenyum kecil, aku coba membuat suasana tenang. Jangan ada ketenganan seperti ini. Baiklah, aku serileks mungkin melupakan hal yang sudah terlanjur aku sebut tadi.
Aku membalas senyum itu pelan. Napasku habis. Ingin rasanya lari dari jarak yang sudah sedekat ini. Menghabiskan waktu di jalan hanya untuk berlari darimu.

Kau hanya diam. Mungkin bingung, memulai pembicaraan dari mana sebelum aku mengungkapkan kata-kata itu. 

"Keliru." Tak lama kemudian, kau bicara.

"Apa yang kamu ingin dariku?"
"Apa yang kamu maksud dari suka dengan-ku?"

"Ini pertanyaan atau pernyataan?"

Aku menggeleng kepala.

"Tidak." Kataku

Dan aku bermaksud menjawab bahwa itu sebuah pernyataan yang tak harus di balas. Namun hanya bicara dalam hati.

"Tapi aku ingin sekali mendengarmu mengakui perasaan itu."

"Aku sadar jika sejak awal aku sudah tertarik denganmu, aku suka. Bahkan sebagai perempuan, aku lancang mengakuinya lebih dulu."

"Apa itu salah?" tanyaku lagi

Kau membusungkan nafas kasar.
Tugasmu sekarang menjawab pernyataanku. Kau tersenyum lemah.
Yah, hanya tersenyum. Apa itu jawaban? 
Entahlah!
Aku sudah terlanjur menyebut nya sebagai pernyataan. Pernyataan yang harusnya tak perlu dibalas dengan sebaris jawaban. Harus nya tak perlu ku tanya perihal perasaan, karna dari awal kau menganggap kedekatan ini sebatas teman. Jikapun arti sahabat bisa lebih dalam. Kurasa itu adalah fase dimana perasaan mulai nyaman, mengenal lebih dekat arti teman yang mulai berubah.

Kau Meliriku. Bibirnya menolak antara tak ingin menjawab dan ingin menjelaskan sesuatu. Tak lama kemudian tanpa canggung, dia berkata;

"Hm. Kita hanya Teman."
"Mau bagaimana lagi." Tegasnya!

"Ada hal yang tak ingin ku jalani sebagai pacar denganmu." Ujarmu
"Ada banyak hal yang belum ku lewati sebelum akhirnya pertemanan ini dimulai."
"Bahkan aku tak ingin lancang mengusik perasaanmu terlalu dalam."


-Skip-

"Ash, kau terlalu berbelit-belit. Aku tak mengerti maksudmu."
 Juga, Aku tak menjawab apapun,  kau tak menanyakan pendapatku. Apa boleh buat.

"Yah, benar."
Mau bagaimana lagi. Keadaan ini memang sudah terlanjur terjadi. Ingin mengelak ataupun menerima perasaan masih akan tetap sama.
Sebab, tidak ada yang tahu bahwa perasaanku dulu sering sekali kecewa. Aku tidak terkejut kau berpendapat seperti itu.

Aku bisa gila , bagaimana tidak, dari awal perasaan memang kadang benar dan kadang salah, kadang bisa keliru. Perasaan ini sungguh menjijikan. Tidak akan merubah apapun walau sudah di ungkapkan. Tidak juga merubah apapun jika terus ditahan.

Diam saja memang sungguh menyiksa. Jadi tolong jangan membuatku semakin merasa. Ini hanya sebagian kisah dalam sebuah masa. Aku ingin mengakhirinya tanpa mengulang sebuah rasa.

Aku harap, suatu hari nanti tidak hanya pengakuanku yang membuatmu terpesona. Katakanlah aku memang gila. Gila karena dari awal menyimpan rasa. Kalah pada kenyataan, jika teman tetaplah teman.









0 komentar:

Post a Comment